MERAWAT KEBINEKAAN BANGSA MELALUI LITERASI DIGITAL

derasnya arus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ibarat Padang bermata dua.

Pengguna internet hadir dengan berbagai macam latar belakang agama,suku,dan budaya.Penggunanya bukan hanya lintas provinsi,bahkan lintas negara.

Berdasarkan riset platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing soal We Are Social bertajuk "Global Digital Reports 2020" Menyebutkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 175.4 juta orang atau sekitar 64% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementar, jumlah pengguna media sosial sebanyak 160juta orang atau setaraf dengan 59% jumlah penduduk Indonesi.

Masalah ketika konten informasi yang ter sebar di dunia Maya bermuatan negatif.

Dalam informasi and digital literacies; a review of concepts, literasi digital meliputi beberapa aspek yaitu 

1. Kemampuan membangun informasi dari berbagai sumber terpercaya.

2. Kemampuan menyajikan dan memahami informasi dengan verifikasi validitas dan kelengkapan sumber dari internet.

3. Kemampuan membaca dan memahami materi informasi yang tidak berurutan (non sequential) dan dinamis.

4. Kemampuan menghubungkan informasi dalam media konvensional (koran) dan media berjaringan (internet). 
 
5. Kemampuan melakukan saringan terhadap informasi yang diperoleh.
 
6. Kemampuan mengomunikasikan dan mempublikasikan informasi.

 Memberikan pendidikan literasi digital bisa dilakukan dengan dua non formal di masyarakat. Melalui pendekatan pendidikan formal bisa dilakukan dengan cara menjadikan teknologi informasi inhren dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, terdapat kompetensi membaca,menyimak,menulis, dan berkomunikasi.

Maka, proses pembelajaran membaca, menyimak, menulis, dan berkomunikasi bisa dilakukan melalui media informasi digital, seperti blog, website, dan media sosial.
 
Pertama, judul umumnya provokatif. Berita bohong biasanya menggunakan judul provokatif atau bombastis. Tujuannya untuk memancing orang membaca dengan harapan terpengaruh dengan isi berita yang dibuat.

Kedua, nama dan situs media tidak jelas. Laman situs berita bohong biasanya tidak jelas dan tidak terdaftar di dewan pers.

Ketiga, nama penulis berita tidak ada. Berita bohong biasanya tidak mencantumkan nama penulisnya, sehingga tidak jelas siapa yang bertanggung jawab.

Keempat, foto hasil editan. Berita bohong biasanya menggunakan foto-foto yang sudah diedit untuk mengesankan efek dramatis, kemarahan, dan emosi lainnya yang ingin dicapai pembuat berita.

Pendekatan non formal bisa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pembinaan di masyarakat, seperti kegiatan keagamaan, karang taruna, dan lainnya.

Dengan demikian, sumbangan nyata untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang melek literasi digital. 


       

                        

Komentar

Posting Komentar